Sri Rahayu
Minggu, 05 Mei 2013
Senin, 29 April 2013
BAHAYA PENYAKIT KISTA
Penyakit kista merupakan penyakit yang banyak
menyerang kaum wanita, kista sendiri merupakan benjolan yang berisi
cairan yang berada di indung telur. Penyakit kista ini sebenarnya
merupakan penyakit tumor jinak, karena kebanyakan penangananya tidak
melalui operasi besar. Namun berdasarkan tingkat keganansan.
Penyakit kista terbagi menjadi dua golongan berdasarkan pada proses penyembuhanya.
Seorang perempuan yang didiagnosa menderita kista biasanya berusia sekitar 20-30 tahun. Biasanya perempuan yang memiliki kista jika dirunut silsilah keluarganya, ada ibu atau nenek yang mengalami gejala kista serupa.
Seseorang yang terkena kista biasanya mempunyai gejala - gejala sebagai berikut:
Adapun komplikasi yang disebabkan oleh penyakit kista adalah:
Demikian info kesehatan kali ini, semoga bermanfaat:-), info mengenai manfaat air kelapa bisa anda dapatkan juga di blog ini.
Penyakit kista terbagi menjadi dua golongan berdasarkan pada proses penyembuhanya.
- kista non neoplastik, kista jenis ini bersifat jinak dan tidak memerlukan operasi untuk penyembuhanya, sebab dalam kurun waktu 2-3 bulan, benjolan kista ini akan mengempis dan hilang dengan sendirinya
- kista neoplastik, kista ini membutuhkan operasi untuk penyembuhanya, namun ini bukan sebuah keharusan melainkan didasarkan pada ukuran serta sifat kista itu sendiri
Seorang perempuan yang didiagnosa menderita kista biasanya berusia sekitar 20-30 tahun. Biasanya perempuan yang memiliki kista jika dirunut silsilah keluarganya, ada ibu atau nenek yang mengalami gejala kista serupa.
Seseorang yang terkena kista biasanya mempunyai gejala - gejala sebagai berikut:
- Mengalami menstruasi yang tidak teratur, abnormal, dan rapat secara periode
- Terdapat masa absen, setelah satu atau lebih masa menstruasi normal
- Timbul jerawat yang parah dan sangat menggangu
- Ukuran payudara mengalami penyusutan
- Mengalami perkembangan pada karakteristik lelaki seperti tumbuh rambut disekitar tubuh dan wajah, suara berubah menjadi keras dan dalam, ukuran cilitorus membesar
- Terserang Diabetes
- Rambut menjadi lebih tebal selayaknya seorang laki - laki
- Mandul atau tidak mempunyai keturunan meski sudah melakukan pengobatan
- Kandungan hormon insulin sangat sedikit
- Mengalami kegemukan.
Adapun komplikasi yang disebabkan oleh penyakit kista adalah:
- Berisiko besar terkena kanker endometrial
- Terjadi kemandulan
- Ada hubunganya dengan obesitas, tekanan darah yang meningkat
- Terserang Diabetes
- Dan berisiko terkena kanker payudara.
Demikian info kesehatan kali ini, semoga bermanfaat:-), info mengenai manfaat air kelapa bisa anda dapatkan juga di blog ini.
GEJALA SAKIT TIPES
Segera obati Sakit Tipes Dengan obat Herbal Ampuh, tanpa efek samping, sembuh total tidak kambuh lagi ....!!
Apa Itu Tipes
Tipes adalah
penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di
Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Setiap tahun
diseluruh dunia terdapat sekitar 17.000.000 kasus dengan 600.000
kematian. Jika tidak segera diobati, 10-20% penderita penyakit tersebut
dapat berakibat fatal. Sekitar 2% dari penderita menjadi carrier
(pembawa).
Di Indonesia,
diperkirakan antara 800 – 100.000 orang terkena penyakit tipes atau
demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau
dan konon anak perempuan lebih sering terserang, Diperkirakan angka
kejadian penyakit ini adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk/tahun.
Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak, peningkatan kasus saat ini
terjadi pada usia dibawah 5 tahun.
Orang
dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi
kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 – 80%,
penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 – 20%, penderita antara
30 – 40 tahun adalah 5 – 10%, dan hanya 5 – 10% diatas 40 tahun.
Penyebab Penyakit Tipes
Tipes adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya
turunannya yaitu Salmonella Typhosa. Sebagai penyebab tipes, bakteri
Salomenella Typhosa bisa masuk ke dalam perut karena tertelan lewat
makanan atau minuman tercemar. Bakteri ini kemudian bersarang di usus
halus, lalu menggerogoti dinding usus. Jika kondisi ini dibiarkan, usus
bisa luka dan sewaktu-waktu tukak tipus bisa jebol dan usus jadi bolong.
Kebanyakan penyakit tipes ditularkan
melalui kotoran. Termasuk kuman yang hidup normal dalam usus hewan,
ternak dan reptil, sumber daging unggas unggas kurang matang, telur,
melalui anjing, kucing, makanan dan minuman tercemar (batu es), dari
carrier yaitu orang sehat tetapi membawa kuman.
Gejala Penyakit Tipes
Berikut adalah gejala penyakit tipes:
Penyakit
tipes bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui makanan atau
minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus.
Kemudian mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa
sehingga berkembang biak disana yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba.
Gejala klinik tipes pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain:
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
Gejala klinik tipes pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain:
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
Pantangan Makanan Untuk Penyakit Tipes
Pantangan makanan untuk penyakit tipes adalah:
- Sayur – sayuran tinggi serat (bayam, kangkung, dll)
- Pedas (cabe, merica)
- Pada lima hari pertama buah – buahan juga tidak diperkenankan, kecuali air jeruk yang diminum sesudah makan.
- Sayur – sayuran tinggi serat (bayam, kangkung, dll)
- Pedas (cabe, merica)
- Pada lima hari pertama buah – buahan juga tidak diperkenankan, kecuali air jeruk yang diminum sesudah makan.
Lupus eritematosus sistemik
Seperti yang diungkapkan dalam buku kecil Care for Lupus (Syamsi Dhuha), Lupus adalah sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus Erythematosus.
Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang berarti Serigala.
Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa di pipi Serigala, tetapi berwarna putih.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan).
Jenis penyakit Lupus ini memiliki tiga macam bentuk, yang pertama yaitu Cutaneus Lupus, seringkali disebut discoid yang memengaruhi kulit. Kedua, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan syaraf. Ketiga, Drug Induced Lupus(DIL), timbul karena menggunakan obat-obatan tertentu. Setelah pemakaian dihentikan, umumnya gejala akan hilang.
dan biasanya odipus (orang hidup dengan lupus)akan menghindari hal-hal yang dapat membuat penyakitnya kambuh dengan :
- Menghindari stress
- Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
- mengurangi beban kerja yang berlebihan
- menghindari pemakaian obat tertentu.
MAKALAH PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ginjal merupakan organ
penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun
tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh. Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya
gangguan pada ginjal, fungsi tersebut akan berubah. Gagal ginjal kronik biasanya terjadi secara
perlahan-lahan sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi
parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Gagal ginjal kronik dapat
terjadi pada semua umur dan semua tingkat sosial ekonomi. Pada penderita gagal ginjal kronik,
kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85 %.
Melihat kondisi seperti
tersebut di atas, maka perawat harus
dapat mendeteksi secara dini tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik. Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensip pada klien dengan gagal ginjal kronik.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana gambaran perawatan pada penyakit gagal ginjal kronik.
C.
TUJUAN
- Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik.
- Tujuan Khusus
a.
Mampu melaksanakan pengkajian
pada pasien gagal ginjal kronik
b.
Mampu membuat analisa data pada
pasien gagal ginjal kronik
c.
Mampu menegakkan diagnosa
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
d.
Mampu merencanakan asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
e.
Mampu melaksanakan tindakan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
f.
Mampu membuat evaluasi pada
pasien gagal ginjal kronik
D.
MANFAAT
1.
Secara umum
a.
Menambah wawasan, pengetahuan
penulis dan pembaca di bidang kesehatan khususnya gagal ginjal kronik.
b.
Memberikan informasi mengenai
masalah keperawatan pada pasien dengangagal ginjal kronik dan penatalaksanaan
masalah keperawatan.
c.
Meningkatkan ketrampilan
penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien Gagal ginjal kronik.
2.
Secara khusus
a.
Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini
diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan
mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit gagal ginjal kronik agar
terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
b.
Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui
tentang gagal ginjal kronik lebih dalam sehingga dapat mencegah serta
mengantisipasi diri dari penyakit gagal ginjal kronik.
c.
Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan
informasi dalam penanganan gagal ginjal kronik sehingga dapat meningkatkan
pelayanan keperawatan yang baik
d.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tentang gagal
ginjal kronik serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
DEFINISI
Gagal Ginjal Kronik (GGK)
atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun
bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal
1448).
Penyakit gagal ginjal
kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena
kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta
elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
Gagal ginjal kronik
(GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap (Doenges, 1999; 626)
B.
ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara
lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit
vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan
jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit
kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit
metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)7.Nefropati toksik
8. Nefropati
obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)
Penyebab gagal
ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2
kelompok :
1.
Penyakit
parenkim ginjal
a.
Penyakit
ginjal primer : Glomerulonefritis,
Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
b.
Penyakit
ginjal sekunder : Nefritis lupus,
Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik
progresif, Gout, DM
2. Penyakit
ginjal obstruktif : Pembesaran prostat,
batu saluran kemih, refluks ureter. Secara garis besar penyebab gagal ginjal
dapat dikategorikan infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk, obstruksi
saluran kemih, destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang
lama, scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.
C. MANIFESTASI KLINIS
- Manifestasi klinik antara lain (Long,
1996 : 369) :
a.
Gejala
dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b.
Gejala
yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
- Manifestasi klinik menurut (Smeltzer,
2001 : 1449) antara lain :
Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium
dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
- Manifestasi klinik menurut Suyono
(2001) adalah sebagai berikut:
a.
Kardiovaskuler : Hipertensi,
gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis pitting edema (kaki,
tangan, sacrum), edema periorbital friction rub pericardial, pembesaran vena
leher
b.
Integumen : Warna kulit abu-abu
mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar
c.
Pulmoner
: Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan kussmaul
d.
Gastrointestinal
: Nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi dan diare, perdarahan saluran cerna
e.
Neurologi
: Kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan tingkat kesadaran, disorientasi,
kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan
perilaku
f.
Muskuloskeletal
: Kram otot, kekuatan otot hilang,kelemahan pada tungkai Fraktur tulang, Foot
drop
g.
Reproduktif
: Amenore, Atrofi testekuler
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi menjadi
5 stadium :
1. Stadium 1, bila
kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat ginjal secara
berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien
akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan
glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan
bahan eosinofilik disertai penebalan membran basalin kapiler.
- Stadium
2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3,
glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas stadium
ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi.
4. Stadium 4,
ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi hampir
selalu ditemui.
5. Stadium 5,
adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin plasma
disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
E. PATHWAY
ETIOLOGI
¯
|
||
Jumlah nefron fungsional å
¯
|
||
Nefron yg terserang hancur
Neferon yg masih utuh
¯ ¯ ¯
|
||
90% nefron hancur
¯
|
75% nefron hancur
¯
|
Adaptasi
¯
|
Tdk dpt mengkompensasi
(ketidakseimbangan cairan elektrolit)
¯
|
GFR å
(BUN & kreatinin ↗)
¯
|
Nefron hipertropi
¯
|
GFR å 10% dari normal
(BUN & kreatinin ↗)
¯
|
Adaptasi
¯
|
↗kecepatan filtrasi, ↗beban solut, ↗reabsorpsi
¯
|
Urine
isoosmotis
¯
|
Kecepatan filtrasi & beban
solut ↗
¯
|
Keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan
¯
|
Kegagalan
proses filtrasi
¯
|
Ketidakseimbangan dlm glomerulus & tubulus
¯
|
Fungsi ginjal rendah
¯
|
Oliguri
¯
|
Poliuri,
nokturi, azotemia
¯
|
å cadangan ginjal
|
Uremia
↗
¯
|
Insufisiensi
ginjal
¯
|
|
Penumpukan
kristal
urea di kulit
¯
|
Gagal ginjal
¯
|
Angiotensin ↗
¯
|
Pruritus
¯
|
Eritropoetin di ginjal å
¯
|
Retensi Na+
¯
|
Gangguan integritas kulit
|
SDM å
¯
|
Kelebihan volume cairan
|
|
Pucat, fatigue, malaise
anemia
¯
|
|
|
Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan
|
Intoleransi aktivitas
|
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam
memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
- Pemeriksaan Laboratorium
a.
Laboratorium darah : BUN, Kreatinin,
elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit),
protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
b.
Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ,
kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT2.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel
kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi,
hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography,
Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal
Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen
G.
PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat
lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan
kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan
perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan
darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan
kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi
sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah
medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami
stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001).
H.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu
:
1.
Konservatif
a.
Dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah dan urin
b.
Observasi
balance cairan
c.
Observasi
adanya odema
d.
Batasi
cairan yang masuk
2.
Dialysis
a.
peritoneal
diálisis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
b.
Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (
Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
c.
Hemodialisis
d.
Yaitu
dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
e.
AV
fistule : menggabungkan vena dan arteri
f.
Double
lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
3.
Operasi
a.
Pengambilan
batu
b.
transplantasi
ginjal
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan,
kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau
berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi
orthostatic, friction rub
c. Integritas Ego
Faktor
stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut, marah,
irritable
d. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri,
perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare,
konstipasi, abdomen kembung
e. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB
karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan
otot, penurunan lemak subkutan
f. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot,
kejang, kebas, kesemutan, gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, koma
g. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki, distraksi, gelisah
h. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal),
paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila
terjadi edema pulmonal
i.
Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus,
demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat
kalsieum pada kulit, ROM terbatas
j.
Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
k. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu
menjalankan peran seperti biasanya
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien CKD adalah:
a.
Penurunan
curah jantung
b.
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
c.
Perubahan
nutrisi
d.
Perubahan
pola nafas
e.
Gangguan
perfusi jaringan
f.
Intoleransi
aktivitas
g.
Kurang
pengetahuan tentang tindakan medis
h.
Resiko
tinggi terjadinya infeksi
3. Intervensi
a.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah
jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan
curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas
normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
1)
Auskultasi
bunyi jantung dan paru
R: Adanya
takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2)
Kaji
adanya hipertensi
R: Hipertensi
dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3)
Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi,
rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan
nyeri
4)
Kaji
tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK
juga anemia
b.
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan:
Mempertahankan
berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada
edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1)
Kaji status
cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor
kulit tanda-tanda vital
2)
Batasi
masukan cairan
R: Pembatasan
cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
3)
Jelaskan
pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
4)
Anjurkan
pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan
haluaran
R: Untuk
mengetahui keseimbangan input dan output
c.
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan:
Mempertahankan
masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1)
Awasi
konsumsi makanan / cairan
R:
Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2)
Perhatikan
adanya mual dan muntah
R: Gejala yang
menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
3)
Beikan
makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih
kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4)
Tingkatkan
kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan
pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
5)
Berikan
perawatan mulut sering
R: Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
d.
Perubahan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui
alkalosis respiratorik
Tujuan:
Pola nafas
kembali normal / stabil
Intervensi:
1)
Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan
adanya pengumpulan sekret
2)
Ajarkan
pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan
jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3)
Atur
posisi senyaman mungkin
R: Mencegah
terjadinya sesak nafas
4)
Batasi
untuk beraktivitas
R: Mengurangi
beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
e.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pruritis
Tujuan:
Integritas kulit
dapat terjaga dengan kriteria hasil :
1)
Mempertahankan
kulit utuh
2)
Menunjukan
perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
1)
Inspeksi
kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan
area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan
dekubitus / infeksi.
2)
Pantau
masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi
adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan
3)
Inspeksi
area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem
lebih cenderung rusak / robek
4)
Ubah
posisi sesering mungkin
R: Menurunkan
tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
5)
Berikan
perawatan kulit
R: Mengurangi
pengeringan , robekan kulit
6)
Pertahankan
linen kering
R: Menurunkan
iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
7)
Anjurkan
pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area
pruritis
R: Menghilangkan
ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
8)
Anjurkan
memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah
iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
f.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan:
Pasien dapat
meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
1)
Pantau
pasien untuk melakukan aktivitas
2)
Kaji
fektor yang menyebabkan keletihan
3)
Anjurkan
aktivitas alternatif sambil istirahat
4)
Pertahankan
status nutrisi yang adekuat
g.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis
dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
1)
Kaji
ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
2)
Beri
pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta
penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
3)
Libatkan
keluarga dalam memberikan tindakan.
4)
Anjurkan
keluarga untuk memberikan support system.
5)
Evaluasi
pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa definisi mengenai osigenasi maka
dapat dirumuskan gangguan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
harus dilakukan tindakan secara lebih
intensif.
B.
Saran
ü
Persiapan diri sebaik mungkin sebelum
melaksanakan tindakan asuhan keperawatan
ü
Bagi mahasiswa diharapkan bisa
melaksakan tindakan asuhan keperawatan sesuai prosedur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Marilynn,
dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C
dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Langganan:
Postingan (Atom)