Senin, 29 April 2013

PROSES BERSALIN ( PERSALINAN NORMAL )


BAHAYA PENYAKIT KISTA


Penyakit kista merupakan penyakit yang banyak menyerang kaum wanita, kista sendiri merupakan benjolan yang berisi cairan yang berada di indung telur. Penyakit kista ini sebenarnya merupakan penyakit tumor jinak, karena kebanyakan penangananya tidak melalui operasi besar. Namun berdasarkan tingkat keganansan.

Penyakit kista terbagi menjadi dua golongan berdasarkan pada proses penyembuhanya.

  • kista non neoplastik, kista jenis ini bersifat jinak dan tidak memerlukan operasi untuk penyembuhanya, sebab dalam kurun waktu 2-3 bulan, benjolan kista ini akan mengempis dan hilang dengan sendirinya
  • kista neoplastik, kista ini membutuhkan operasi untuk penyembuhanya, namun ini bukan sebuah keharusan melainkan didasarkan pada ukuran serta sifat kista itu sendiri
Kista mempengaruhi siklus menstruasi perempuan karena sistem hormonal yang terganggu. Kista kadang kala menyebabkan seseorang perempuan menjadi mandul. Follicles yang tidak matang dan ketidakmampuan untuk menyalurkan sel telur (proses ovulasi) sepertinya menjadi penyebab rendahnya jumlah hormon stimulasi.

Seorang perempuan yang didiagnosa menderita kista biasanya berusia sekitar 20-30 tahun. Biasanya perempuan yang memiliki kista jika dirunut silsilah keluarganya, ada ibu atau nenek yang mengalami gejala kista serupa.

Seseorang yang terkena kista biasanya mempunyai gejala - gejala sebagai berikut:
  1. Mengalami menstruasi yang tidak teratur, abnormal, dan rapat secara periode
  2. Terdapat masa absen, setelah satu atau lebih masa menstruasi normal
  3. Timbul jerawat yang parah dan sangat menggangu
  4. Ukuran payudara mengalami penyusutan
  5. Mengalami perkembangan pada karakteristik lelaki seperti tumbuh rambut disekitar tubuh dan wajah, suara berubah menjadi keras dan dalam, ukuran cilitorus membesar 
  6. Terserang Diabetes
  7. Rambut menjadi lebih tebal selayaknya seorang laki - laki
  8. Mandul atau tidak mempunyai keturunan meski sudah melakukan pengobatan
  9. Kandungan hormon insulin sangat sedikit
  10. Mengalami kegemukan.

Adapun komplikasi yang disebabkan oleh penyakit kista adalah:
  1. Berisiko besar terkena kanker endometrial
  2. Terjadi kemandulan
  3. Ada hubunganya dengan obesitas, tekanan darah yang meningkat 
  4. Terserang Diabetes
  5. Dan berisiko terkena kanker payudara.

Demikian info kesehatan kali ini, semoga bermanfaat:-), info mengenai manfaat air kelapa bisa anda dapatkan juga di blog ini.

GEJALA SAKIT TIPES


Segera obati Sakit Tipes Dengan obat Herbal Ampuh, tanpa efek samping, sembuh total tidak kambuh lagi ....!!

Apa Itu Tipes

Tipes adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Setiap tahun diseluruh dunia terdapat sekitar 17.000.000 kasus dengan 600.000 kematian. Jika tidak segera diobati, 10-20% penderita penyakit tersebut dapat berakibat fatal. Sekitar 2% dari penderita menjadi carrier (pembawa).
Di Indonesia, diperkirakan antara 800 – 100.000 orang terkena penyakit tipes atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, Diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun.
Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 – 80%, penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 – 20%, penderita antara 30 – 40 tahun adalah 5 – 10%, dan hanya 5 – 10% diatas 40 tahun.

Penyebab Penyakit Tipes

Tipes adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhosa. Sebagai penyebab tipes, bakteri Salomenella Typhosa bisa masuk ke dalam perut karena tertelan lewat makanan atau minuman tercemar. Bakteri ini kemudian bersarang di usus halus, lalu menggerogoti dinding usus. Jika kondisi ini dibiarkan, usus bisa luka dan sewaktu-waktu tukak tipus bisa jebol dan usus jadi bolong.
Kebanyakan penyakit tipes ditularkan melalui kotoran. Termasuk kuman yang hidup normal dalam usus hewan, ternak dan reptil, sumber daging unggas unggas kurang matang, telur, melalui anjing, kucing, makanan dan minuman tercemar (batu es), dari carrier yaitu orang sehat tetapi membawa kuman.

Gejala Penyakit Tipes

Berikut adalah gejala penyakit tipes:
Penyakit tipes bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa sehingga berkembang biak disana yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba.
Gejala klinik tipes pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain:
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.

Pantangan Makanan Untuk Penyakit Tipes

Pantangan makanan untuk penyakit tipes adalah:
- Sayur – sayuran tinggi serat (bayam, kangkung, dll)
- Pedas (cabe, merica)
- Pada lima hari pertama buah – buahan juga tidak diperkenankan, kecuali air jeruk yang diminum sesudah makan.

Lupus eritematosus sistemik


Seperti yang diungkapkan dalam buku kecil Care for Lupus (Syamsi Dhuha), Lupus adalah sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus Erythematosus.
Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang berarti Serigala.
Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa di pipi Serigala, tetapi berwarna putih.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan).
Jenis penyakit Lupus ini memiliki tiga macam bentuk, yang pertama yaitu Cutaneus Lupus, seringkali disebut discoid yang memengaruhi kulit. Kedua, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan syaraf. Ketiga, Drug Induced Lupus(DIL), timbul karena menggunakan obat-obatan tertentu. Setelah pemakaian dihentikan, umumnya gejala akan hilang.
dan biasanya odipus (orang hidup dengan lupus)akan menghindari hal-hal yang dapat membuat penyakitnya kambuh dengan :
  1. Menghindari stress
  2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
  3. mengurangi beban kerja yang berlebihan
  4. menghindari pemakaian obat tertentu.
odipus dapat memeriksakaan diri pada dokter2 pemerhati penyakit ini, dokter spesialis penyakit dalam konsultasi hematologi, rheumatology, ginjal, hipertensi, alergi imunologi, jika lupus dapat tertanggulangi, berobat dengan teratur, minum obat teratur yang di berikan oleh dokter (yang biasanya diminum seumur hidup), odipus akan dapat hidup layaknya orang normal.

MAKALAH PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS


BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.  Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya gangguan pada ginjal, fungsi tersebut akan berubah.  Gagal ginjal kronik biasanya terjadi secara perlahan-lahan sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah.  Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan.  Gagal ginjal kronik dapat terjadi pada semua umur dan semua tingkat sosial ekonomi.  Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85 %.
Melihat kondisi seperti tersebut di atas,  maka perawat harus dapat mendeteksi secara dini tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik.  Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien dengan gagal ginjal kronik.

B.    RUMUSAN MASALAH
Bagaimana gambaran perawatan pada penyakit gagal ginjal kronik.

C.   TUJUAN

  1. Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
  1. Tujuan Khusus
a.       Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien gagal ginjal kronik
b.      Mampu membuat analisa data pada pasien gagal ginjal kronik
c.       Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
d.      Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
e.       Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
f.       Mampu membuat evaluasi pada pasien gagal ginjal kronik

D.   MANFAAT

1.      Secara umum
a.       Menambah wawasan, pengetahuan penulis dan pembaca di bidang kesehatan khususnya gagal ginjal kronik.
b.      Memberikan informasi mengenai masalah keperawatan pada pasien dengangagal ginjal kronik dan penatalaksanaan masalah keperawatan.
c.       Meningkatkan ketrampilan penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien Gagal ginjal kronik.
2.      Secara khusus
a.       Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit gagal ginjal kronik agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
b.      Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang gagal ginjal kronik lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit gagal ginjal kronik.
c.       Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan gagal ginjal kronik sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik
d.      Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tentang gagal ginjal kronik serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini.

BAB  II
LANDASAN TEORI

A.   DEFINISI

Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)

B.    ETIOLOGI

Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1.   Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2.   Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3.   Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4.   Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5.   Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6.   Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)7.Nefropati toksik
8.   Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)

Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1.     Penyakit parenkim ginjal
a.       Penyakit ginjal primer        : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
b.      Penyakit ginjal sekunder   : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM
2.   Penyakit ginjal obstruktif         : Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks ureter. Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk, obstruksi saluran kemih, destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama, scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.

C.   MANIFESTASI KLINIS

  1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369) :
a.       Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b.      Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

  1. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).


  1. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.       Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital friction rub pericardial, pembesaran vena leher
b.      Integumen : Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
c.       Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan kussmaul
d.      Gastrointestinal : Nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan saluran cerna
e.       Neurologi : Kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f.       Muskuloskeletal : Kram otot, kekuatan otot hilang,kelemahan pada tungkai Fraktur tulang, Foot drop
g.      Reproduktif : Amenore, Atrofi testekuler

D.   PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium :
1.   Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai penebalan membran basalin kapiler.
  1. Stadium 2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3.   Stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi.
4.   Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi hampir selalu ditemui.
5.   Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.


E.    PATHWAY

ETIOLOGI
¯
Jumlah nefron fungsional å
¯
         Nefron yg terserang hancur                                                                          Neferon yg masih utuh
                               ¯                                                                  ¯                                                                                             ¯
90% nefron hancur
¯   
75% nefron hancur
¯  
Adaptasi
¯  
Tdk dpt mengkompensasi
(ketidakseimbangan cairan elektrolit)                    
¯  
         GFR å                              
(BUN & kreatinin )   
¯  
Nefron hipertropi
¯

GFR å 10% dari normal
(BUN & kreatinin )
¯  
Adaptasi
¯  
kecepatan filtrasi, beban solut, reabsorpsi
¯  
Urine isoosmotis
¯  
Kecepatan filtrasi & beban
solut
¯  
Keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan
¯  
Kegagalan proses filtrasi
¯  
Ketidakseimbangan dlm glomerulus & tubulus
¯  
Fungsi ginjal rendah
¯
Oliguri
¯  
Poliuri, nokturi, azotemia
¯  
å cadangan ginjal
  
Uremia
¯
Insufisiensi ginjal
¯  

Penumpukan kristal
urea di kulit
¯  
Gagal ginjal
¯  
Angiotensin
¯  
Pruritus
¯  
Eritropoetin di ginjal å
¯  
Retensi Na+
¯  
 
Gangguan integritas kulit

SDM å
¯  
 
Kelebihan volume cairan

Pucat, fatigue, malaise
anemia
¯  


Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan

Intoleransi aktivitas


F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
  1. Pemeriksaan Laboratorium
a.       Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
b.      Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT2.
2.    Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3.    Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4.    Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

G.   PENCEGAHAN

Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001).


H.   PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1.      Konservatif
a.       Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin
b.      Observasi balance cairan
c.       Observasi adanya odema
d.      Batasi cairan yang masuk
2.      Dialysis
a.       peritoneal diálisis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
b.      Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
c.       Hemodialisis
d.      Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
e.       AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
f.       Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
3.      Operasi
a.       Pengambilan batu
b.      transplantasi ginjal

I.      ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.       Aktifitas dan Istirahat
     Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
b.      Sirkulasi
      Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
c.       Integritas Ego
      Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut, marah, irritable
d.      Eliminasi
     Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
e.       Makanan/Cairan
     Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak subkutan
f.       Neurosensori
     Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
g.      Nyeri/Kenyamanan
     Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah
h.      Pernafasan
     Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i.        Keamanan
     Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
j.        Seksualitas
     Penurunan libido, amenore, infertilitas
k.      Interaksi Sosial
     Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya

2.      Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
a.       Penurunan curah jantung
b.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
c.       Perubahan nutrisi
d.      Perubahan pola nafas
e.       Gangguan perfusi jaringan
f.       Intoleransi aktivitas
g.      Kurang pengetahuan tentang tindakan medis
h.      Resiko tinggi terjadinya infeksi

3.      Intervensi

a.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
1)      Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2)      Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3)      Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
     R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4)      Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
     R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

b.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1)      Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2)      Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
3)      Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
4)      Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

c.       Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1)      Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2)      Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
3)      Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4)      Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
5)      Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
d.      Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan:
Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
1)      Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2)      Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3)      Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4)      Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

e.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan:
Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
1)      Mempertahankan kulit utuh
2)      Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
1)      Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
2)      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
3)      Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
4)      Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
5)      Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
6)      Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
7)      Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
8)      Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

f.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan:
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
1)      Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
2)      Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
3)      Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4)      Pertahankan status nutrisi yang adekuat

g.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
1)      Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
2)      Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
3)      Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
4)      Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
5)      Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.














BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan

Berdasarkan beberapa definisi mengenai osigenasi maka dapat dirumuskan gangguan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi harus dilakukan tindakan secara lebih  intensif.

B.   Saran

ü  Persiapan diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan asuhan keperawatan
ü  Bagi mahasiswa diharapkan bisa melaksakan tindakan asuhan keperawatan sesuai prosedur yang ada.





DAFTAR PUSTAKA


Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC