Senin, 29 April 2013

Hidrosefalus dalam Rahim Ibuku


            Jika seorang bayi pada umumnya memiliki postur tubuh yang mungil dan menggemaskan saat lahir, lain halnya dengan adikku. Jika dilihat sepintas, memang tubuhnya mungil, kulitnya kemerah-merahan, dan kukunya putih bersih pula.
Aku tahu telah terjadi ‘sesuatu’ padanya. Aku mencoba bertanya pada ibuku. Ah, yang benar saja! Ibuku sedang berduka, karena hal ini. Aku datang bukan untuk menguatkan, justru bertanya macam-macam. Akhirnya kucari dokter yang menangani proses kelahiran adikku. Benar saja, beliau pun menjelaskan ‘sesuatu’ yang terjadi pada adikku. Tidak hanya sampai di situ, ku juga mencari lebih banyak tentang itu dari berbagai referensi. Kini, aku mulai mengerti.
Adikku kepalanya sedikit terlihat besar. Bukan, memang kepalanya lebih besar dari anak normal lainnya. Sangat tidak wajar, padahal ukuran lingkar kepala normal hanya sekitar 30 sampai 37 cm. Sedangkan volume normal otak bayi baru lahir adalah 350 gram. Bila diameter kepala bayi lebih besar dari 37 cm, volume otaknya akan mengecil.
              Pada keadaan normal, dalam rongga otak terdapat cairan yang jumlahnya lebih-kurang 150 ml. Cairan ini diproduksi oleh suatu bagian otak, yang keseimbangannya diatur melalui sistem sirkulasi tersendiri dan diserap bagian lain di otak karena suatu sebab. Cairan tersebut dapat menumpuk (ventrikel otak), sehingga mengakibatkan otak yang terdesak menjadi tipis dan tengkorak membesar.
Akibat Berkebun             Pada usia kandungan menginjak bulan ketujuh, ibu mulai mengeluh sesak nafas bila bergerak. Lantas, ayah memeriksakan kandungannya ke dokter spesialis, dr. H. Agus Sunarto, SpOG. Pada awalnya dilakukan USG, sama seperti pemeriksaan kandungan sebelumnya tiap bulan.
Namun kali ini dokter Agus merespon lain, ia memeriksa lebih rinci lagi. Seperti pemeriksaan cairan ketuban dan darah janin, antibodi pada darah tali pusar dan cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid/CSF) yang merupakan cairan otak dan akord tulang belakang yang berfungsi sebagai bantalan otak di dalam tengkorak, serta lingkar kepala bayi.
              Hasilnya sungguh di luar dugaan. Diagnosa dokter mengatakan ibu menderita Toxoplasmosis, infeksi yang disebabkan Toxoplasma Gondii. Reproduksi seksual parasit ini hanya terjadi pada sel-sel yang melapisi usus kucing, sehingga telur parasit (ookist) ditemukan di dalam tinja hewan yang banyak dipelihara orang.
             Manusia terinfeksi karena makan daging mentah yang terkontaminasi oleh bentuk pasif Toxoplasma (kista) atau karena terpapar tanah yang mengandung telur parasit dari tinja kucing. Ibu memang gemar berkebun. Di rumah, banyak tanaman hias yang dirawat sendiri oleh ibuku. Namun aku tak menyangka, karena hobinya ibu mengalami hal seperti ini.
          Jika seorang wanita hamil terkena, infeksinya bisa ditularkan kepada janin yang dikandung melalui plasenta. Bahkan janin tanpa sengaja dapat menelan cairan ketuban yang tercemar infeksi, sehingga parasitnya mampu mencapai otak. Akibatnya terjadi penumpukan cairan di otak janin, yang menyebabkan hidrosefalus (hydrocephalus). Kemungkinan terburuk lainnya, akan terjadi keguguran, bayinya lahir tak selamat atau lahir tetapi dengan cacat bawaan.
Melahirkan Prematur            Berasal dari kata hydro yang berarti air dan cephalus yang berarti kepala, penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang cukup sering terjadi pada bayi. Tetapi tak selamanya terjadi sejak dalam kandungan –seperti yang dialami adikku– pada usia balita pun banyak yang terkena hidrosefalus.
          Ini harus ditangani sesegera mungkin karena membahayakan sang ibu. Dokter menyarankan untuk dilakukan sesar (caesar) di usia kehamilan 7 bulan (prematur), namun ibu belum bisa memutuskan apapun. Jangankan melakukan operasi sesar, untuk berkata-kata pun rasanya tak kan sanggup. Ibu hanya menangis.
Jauh di dalam hati, ibu tidak ingin melakukan operasi. Beliau tetap ingin memperjuangkan bayi dalam kandungannya. “Saya tidak mau, Dok! Ini bayi saya, dan saya tahu yang terbaik buat dia. Dia baik-baik saja!” Ibu begitu menginginkan anak laki-laki dan dari hasil pemantauan melalui USG harapannya terkabul.
Itulah sebabnya ibu tidak ingin melakukan operasi. Dokter terus berjuang memberikan pengertian. Berkali-kali dokter menegaskan, “Nyawa Ibu terancam, karena virus ini! Jika tidak melakukan operasi, bukan hanya bayi di dalam kandungan yang tak bisa diselamatkan. Tetapi juga nyawa Ibu yang sangat berharga untuk suami dan anak-anak lain, menjadi kecil kemungkinan untuk diselamatkan!” jelas dr. Agus Sunarto, SpOG.
Ibu hanya diam. Menangis. Pilu yang ia rasakan. Bimbang. Nasihat yang dikatakan dokter ada benarnya. Maka, setelah menyita waktu yang cukup panjang, ibu memutuskan untuk melahirkan secara prematur. Bukan sesar. Ibu ingin melahirkan normal, tanpa operasi.
            Lagi-lagi dokter dibuat jengkel oleh ibu. Namun kali ini, keputusannya tak dapat diganggu gugat. Sampai dokter Agus meminta dr. Prima Progestian, SpOG, sebagai pengganti. Ibu pasti bisa melalui semua ini, beliau kuat! Benar saja, ibu melahirkan dengan selamat. Namun bayi mungil itu tak lagi bergerak, setelah tali pusar yang menyatukannya pada perut ibu dipotong. Rasaku tidak karuan. Aku senang ibu selamat, tapi sedih melihat adikku pergi. Aku iba melihat ibu yang terguncang karena hal ini.
Mungkin jika adikku bisa mengeluh, ia akan segera mengutarakan semua yang dirasakan. Tapi saat ini, membuka matanya pun ia tak sanggup. Aku yang melihatnya punk hanya bisa menatap iba dan meneteskan air mata. Mengapa harus bayi mungil itu yang mengalaminya?
Ia tak berdosa, namun sangat menderita. Ia ingin hidup, tapi tak bisa. Apakah adil untuknya? Entahlah, aku hanya bisa berdoa. Semoga takdir ini yang merupakan jalan terbaik untuk ibu dan almarhum adikku. Tuhan jauh lebih tahu, apapun yang terbaik bagi umatnya.
Gejala yang Terlihat             Gejala utama Hidrosefalus adalah pembesaran kepala, biasanya sebelum penderita berusia 2 tahun. Bila gejala timbul saat bayi, tampak pertumbuhan lingkar kepala yang cepat membesar. Sedangkan setelah usia 2 tahun pembesaran kepala tak jelas lagi, karena sutura (sambungan tulang tengkorak) kepalanya telah rapat. Yang tampak malah gejala saraf lainnya akibat tekanan di dalam kepala meningkat, seperti muntah, sakit kepala dan perkembangan yang terlambat.
           Kemudian ubun-ubun menonjol dan tegang, pembuluh darah balik (vena) kepala nyata membesar, mata terlihat seperti matahari terbenam dan sering disertai juling (Strabismus Divergen), perbandingan besar kepala yang tak sesuai (dahi sangat melebar, bentuk kepala bagai segitiga terbalik) dan akhirnya tampak jelas kepala sangat membesar. Andai kepala diketuk, terdengar seperti suara pot pecah. Pada keadaan ini, biasanya anggota gerak –terutama tungkai bawah kaki– menjadi kaku, kesulitan makan bertambah, serta anak menjadi lemah secara progresif.
Hasil Diagnosa       Bila ditemui gejala seperti di atas, anak sebaiknya dibawa ke dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan jasmani lengkap, termasuk pemeriksaan besar lingkar kepala serta tanda-tanda indikasi hidrosefalus. Juga dicari adanya kelainan bawaan lain, yang menyertai keadaan hidrosefalus.
Selanjutnya dilakukan rontgen terhadap kepala dan organ lain, bila memang ditemukan adanya indikasi, Misalnya USG kepala, bila ubun-ubun besarnya masih terbuka. Atau CT-scan kepala, untuk menentukan secara pasti bentuk maupun besar kepala, lokalisasi kelainan serta bila ada sumbatan. Juga kemungkinan penyebabnya –seperti tumor– guna menentukan tindakan pengobatan lebih lanjut.
Tindakan Pengobatan           Tindakan yang sering dilakukan adalah pembedahan. Dokter membuat jalan pintas (Shunt), agar cairan otak –yang banyak terkumpul dalam rongga kepala– dapat mengalir melalui jalan pintas ke arah lain. Untuk itu, dipasang selang dari otak menelusuri jaringan di bawah kulit dan disalurkan ke daerah peritoneum (perut), atau jantung maupun daerah lumbal.
            Selang perlu diganti. Biasanya pada bayi berumur setahun diberikan selang yang agak panjang, supaya lama digantinya . Malah ada yang diganti sampai 5 tahun, tergantung panjang selangnya. Namun adakalanya tindakan ini menimbulkan infeksi bakteri atau erjadi penyumbatan lagi, hingga harus dilakukan tindakan bedah ulang untuk memperbaiki.
           Pada kasus-kasus borderline atau perkembangan hidrosefalusnya amat perlahan, bisa juga di lakukan pemberian obat semacam Azetazolamid (diamox). Tujuannya untuk mengurangi produksi cairan otak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar