ASetiap profesi memiliki kode etik. Namun, kode etik
saja tidak cukup untuk menaungi sebuah profesi. Maka muncullah Majelis
Pertimbangan Etik Profesi yang merupakan badan perlindungan hukum terhadap
suatu profesi.
Begitu pun dengan profesi bidan yang memiliki Majelis
Etika Profesi dalam bentuk Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis
Pembelaan Anggota (MPA).
Untuk pembahasan selanjutnya akan dibahas peran dan
fungsi dari Majelis Pertimbangan Etik Profesi dalam menangani permasalahan kode
etik bidan juga akan dibahas mengenai Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika
Pelayanan Medis yang mengawasi dan membina pelaksanan seluruh kode etik profesi
kesehatan.
A.Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi baru bahwa pengertian
. Peran :Pemain sandiwara
.
Fungsi :1.Kegunaan, manfaat
2.Peranan, tugas
3.Kedudukan, jabatan (pekerjaan) yang
dilakukan
Jadi, peran dan fungsi adalah tugas
pokok yang dilakukan oleh individu / instansi.
B.
Majelis Pertimbangan Etika Profesi
.
Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan
Medis
M Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan :
Majelis Pertimbangan Etika Profesi
di Indonesia adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis
sesuai :
Kepmenkes RI
No. 554/Menkes/Per/XII/1982
Memberikan pertimbangan, pembinaan
dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana
pelayanan medis.
. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun
1988 Bab V Pasal 11
Pembinaan dan pengawasan terhadap
dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan
oleh Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.
Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No.
640/Menkes/Per/X/1991, tentang Pembentukan MP2EPM.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah
Provinsi menurut Peraturan Menkes RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku
Sholeh Soeaidy, S.H yang berjudul Himpunan
Peraturan Kesehatan.
1) MP2EPM Propinsi
bertugas :
a) Menerima dan memberi pertimbangan
tentang persoalan dalam bidang etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya kepada
Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
b) Mengawasi pelaksanaan Kode etik
profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya.
c)
Mengadakan
konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.
d) Memberi nasehat kepada para anggota
profesi tenaga kesehatan .
e) Membina, mengembangkan dan mengawasi
secara aktif Kode Etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama
dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan
Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
f)
Memberi
pertimbangan dan saran kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam
wilayah provinsi.
2) MP2EPM
Provinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehtan Provinsi berwenang
memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu persoalan etik profesi tenaga
kesehatan untu diminta keterangannya dengan pemberitahuan pada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah
Pusat, yaitu :
v Memberi pertimbangan tenta`ng etik
dan standar profesi tenaga kesehatan kepada Menteri.
v Membina, mengembangkan dan mengawasi
secara aktif pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran
Gigi Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode
Etik sarjana Farmasi Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
v Memberi pertimbangan dan usul kepada
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dan hukm yang menyangkut kesehatan
dan kedokteran.
v Menyelesaikan persoalan yang tidak
dapat diselesaikan oleh MP2EPM Propinsi.
v Menerima rujukan dalam menangani
permasalahan pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan.
v Mengadakan konsultasi dengan
instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan.
. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih
dituliskan:
. Dasar pembentukan majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut :
Ø Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.
Ø Undang – undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Ø Keputusan Presiden Tahun 1995
tentang pembentukan MDTK.
Ø Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah
meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam
menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
C.Majelis
Etika Pertimbangan Bidan
Dalam buku Heny puji Wahyuningih
dituliskan:
. Pengertian
Merupakan badan perlindungan hokum
terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat
pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hokum.
Majelis
Etika Profesi Bidan
Salah satu keputusan Kongres
Nasional IBI ke XII di Propinsi Bali tanggal 24 September 1998 adalah
kesepakatan agar dalam lingkungan kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk :
§ Majelis petimbangan Etika Bidan
(MPEB)
§ Majelis Peradilan profesi ( MPA)
(Mustika Sofyan, Nur Aini Madjid,
Ruslidjah Siahaan, 50 tahun IKATAN BIDAN INDONESIA).
Tugas Majelis Etika Kebidanan
adalah meneliti dan menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam
menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan
Hal yang menyangkut tugas Majelis
Etika Kebidanan, yaitu :
a) Penilaian didasarkan atas permintaan
pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.
b) Permohonan secara tertulis dan
disertai data-data.
c) Keputusan tingkat propinsi bersifat
final dan bias konsul ke Majelis Etika kebidanan pada tingkat pusat.
d) Sidang Majelis Etika kebidanan
paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding
menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
e) Keputusan paling lambat 60 hari dan
kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
f) Biaya dibebankan pada anggaran
pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.
Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya di lapangan
sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantik Majelis
Pertimbangan Etika Bidan dan Majelis Pembelaan Anggota ( Heny Puji
Wahyuningsih)
Menurut peraturan menteri kesehatan
RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 tentang majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika
Pelayanan Medis dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H, dicantumkan
Pasal 20
MP2EPM
Propinsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bekerja sama dengan Ikatan
Dokter Indonesia Wilayah, Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah, Persatuan
Perawat nasional Indonesia Wilayah, Ikatan Bidan Indonesia Wilayah, Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia Wilayah, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
Wilayah, dan Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia Wilayah beserta
cabang-cabangnya.
Pasal 21
Biaya
MP2EPM Propinsi dibebankan kepada anggaran belanja Departemen Kesehatan c.q
kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi.
Pasal 22
MP2EPM Propinsi, berdasarkan hasil pemeriksaan,
mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi untuk
mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi dapat mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakan
administrative terhadap tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan kepala Kantor Wilayah yang dimaksud dalam
ayat 2 (dua) disampaikan kepada tenaga kesehatan yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Menteri Kesehatan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, MP2EPM
Pusat dan MP2EPM Propinsi.
Dalam hal tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran
berstatu pegawai negeri sipil yang diperbantukan kepada daerah dan kepada yang
bersangkutan akan diambil tindakan administrative, maka sebelumnya perlu
dikonsultasikan denga Gubernur/kepala daerah Tingkat I.
Pasal 23
Apabila tenaga kesehatan
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 berkeberatan terhadap
keputusan bersalah yang dinyatakan oleh pihak yang berwenang maka yang
bersangkutan dpat mengajukan banding dalam waktu 20 (dua puluh) hari ke MP2EPM
Pusat.
Pernyataan banding dalam ayat (1) disampaikan ke
MP2EPM Pusat melalui MP2EPM Propinsi.
MP2EPM Propinsi meneruskan banding tersebut dalam ayat (2) dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (ujuh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya banding.
Apabila tenaga kesehatan dalam waktu
20 (dua puluh) hari tidak mengajukan banding, maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dianggap telah menerima keputusan yang dimaksud dalam pasal 22.
Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi belum diperkenankan menjalankan keputusan yang dimaksu dalam
pasal 22 apabila yang bersangkutan mengajukan banding.
Pasal 24
MP2EPM Pusat setelah menerima berkas
banding segera memriksa dan mengambil keputusan banding.
MP2EPM Pusat menyampaikan keputusannya
kepada Menteri untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
Keputusan Menteri baik berupa
peringatan atau tindakan administrative disampaikan kepada yang bersangkutan
dengan tembusan kepada instansi yang bersangkutan dan Perhimpunan profesi
tenaga kesehatan yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan,Mustika.50 tahun Ikatan Bidan Indonesia.2001.Pengurus
Pusat IBI
.
Wahyunigsih,Heni Puji.2005.Etika Profesi Bidan.EGC:Jakarta
.
Soeiady,Sholeh.1996.Himpunan Peraturan Kesehatan.Arcan:Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar